Seusai menikmati buka puasa hari ke 10, dengan menu “fast food” dari sebuah Pujasera, plus lalapan mixed ketimun dan tomat, saya gugling yang namanya Foley bulb atau balon.
Hanya sekedar ingin berbagi pengalaman yang dialami kemarin siang sewaktu mengunjungi salah seorang ibu muda, Wanda, umur 23 tahun, hamil anak ketiga, anaknya perempuan.
Ia di bawa ke Rumah Bersalin karena saat itu ia merasa pusing dan capek, mukanya pucat. Lalu ia berinisiatif mengukur tensi darahnya. Melihat tensi darah 190/110, ia merasa cemas akan jatuh pingsan dan memberikan efek buruk pada bayi dalam kandungannya. Suaminya mengantarkannya ke Rumah Bersalin.
Perawat langsung memberikan infus, ia dihubungkan dengan segala peralatan standard melahirkan darurat. Kedua kakinya sangat bengkak, tensi masih tinggi, dan ia merasakan adanya kontraksi dari bayi, padahal 2 minggu lagi untuk perhitungan bayinya lahir.
Menurut Bidan, sepertinya kondisi Wanda tidak sehat untuk menunggu 2 minggu lagi, dan ditakutkan kalau bayi dalam kandungannya terganggu, lagian sudah ada kontraksi. Sudah bukaan 2. Sepanjang malam ia dirawat untuk menurunkan tensi, ia diinfus dengan Magnesium Sulfate yang bisasanya diberikan untuk wanita hamil yang memiliki tensi (tekanan darah) tinggi. Ia juga mendapatkan infus antibiotik untuk mencegah kemungkinan infeksi.
Perawatnya bolak balik kontrol, minimal tiap 30 menit. Saraf kaki dan tangan di cek. Tiap jam air kencing yang terkumpul di kantongan kateternya di ukur. Di tanya apa dan dimana rasa sakit. Alat pengukur detak jantung bayi dan kontraksi di perutnya yang besar juga direposisikan sehingga menghasilkan grafik yang akurat.
Perawat melihat kontraksinya sangat pelan, kemudian ia memutuskan memberikannya infus Pitocin, namun tidak lama ia menghentikannya dengan alasan bayinya tidak suka Pitocin, karena dari grafik detak jantung bayi, sejak diinfus Pitocin detaknya menjadi lemah.
Kemudian Bidan masuk, ia ngobrol sebentar dengan Wanda, terus Bidannya membuka selimut Wanda, saya berfikir apa yang akan dilakukan bidan ini. Tangannya yang sudah dipasangi sarung tangan (gloves) memeriksa bagian “sensitif” Wanda. Saya kirain ia hanya akan mengukur bukaan saja, namun ia menarik balon (dobel balon) yang ternyata tadinya diletakkan di rahim (dekat kepala bayi) dan satunya lagi di luar servik (luar uterus) yang bertujuan untuk “dilation cervix” atau agar rahimnya tipis. Kemudian Bidan itu mengukur bukaan Wanda, ia bilang sudah bukaan 5. Wanda pun siap melahirkan.
Terus bagaimana akhirnya, apakah Wanda dan bayinya selamat kak?
ReplyDeleteMelahirkan memang proses yang rumit dan berbahaya ya, untungnya suaminya langsung membawanya ke rumah bersalin.
rasa ngeri pula saya baca entry ni...
ReplyDelete