“Jangan ganggu Kakak!” Leyna memarahi anak lelakinya, Aziel, yang baru saja ulang tahun ke 9.
“Engga ganggu!”, selalu saja Aziel bilang engga, padahal ia ngusilin kakaknya melulu. Sulit dihentikan.
“Aziel!, Kamu ga ngerjain tugas lagi ya?”, Leyna bertanya. “Bu Guru Anggi baru aja WA Mama. Kamu harus menyeleseikan semua pertanyaan setiap akhir pelajarannya. Tulis jawabannya di buku, terus difoto. Kirim ke telegramnya bu guru”.
Leyna memahami, anak-anaknya sudah jenuh. Tahun ini merupakan tahun kedua belajar online, jarjer.
Hanya 2 tahun Aziel sekolah F2F, face to face, dengan gurunya. Ia senang berada di sekolah, belajar dan bermain dengan teman-teman di kelas. Banyak cerita Aziel tentang teman temannya dan tentang apa saja yang mereka kerjakan di sekolah.
Aziel bangga dengan bu gurunya yang pintar dan cantik, dan suka humor. Bu gurunya juga baik dan mengerti Aziel. Aziel sangat sayang sama bu gurunya. Ia minta disiapin bekal “bento"nya extra, buat bu gurunya.
Kerinduan dengan teman juga terlihat di raut wajahnya. Di sekolah, Aziel juga sering ngusilin teman, saling ngerjain satu sama lain. Tapi bu guru bilang ke Aziel dan teman temannya, kalau mau main nanti ya, sekarang dengarkan cerita ibu dulu.
Aziel benar, bu guru memang pintar, ia tahu kalau muridnya hanya bisa fokus paling lama 15 menit saja. Setelah itu buyar, mulai deh gerakan kecil, didahului oleh mata, kepala, dan tangan. Ups, saatnya bu guru beralih ke cerita, humor, atau permainan sederhana, manarik kembali perhatian murid muridnya.
Tapi ada apa dengan online, ada apa dengan jarjer, ada apa dengan zoom? Masya Allah, kasihan Bu guru. Kata Bu guru, kalau dia berbicara dan menjelaskan materi pelajaran pada muridnya melalui zoom, dia merasa hanya berbicara pada dirinya sendiri, dia tidak bisa melihat muridnya tapi hanya melihat wajahnya sendiri komat kamit senyam senyum. Ini juga membuatnya tidak merasa yakin akan keberhasilan proses belajar mengajarnya.
Begitu juga dengan muridnya, setiap ia menjawab pertanyaan dari bu guru, ia melihat mukanya sendiri saat ia memberikan jawaban, dan dia tidak tahu reaksi gurunya.
Barangkali Leyna tidak mengerti permasalahannya, ia hanya berpikir bahwa anak-anaknya sedikit jenuh. Saatnya ia mengajak anak-anaknya main ke luar rumah, dan mampir ke tetangga yang mencoba peruntungan dengan bisnis katering.
“Ma, ntar kalo udah ke sekolah lagi Aziel dibekalin extra yang ini ya, buat Bu guru. Bu guru pasti suka. Uenakk!”, Aziel berkata sembari melahap makanan di piringnya.
semoga pandemi cepat berlalu ya Aziel sayang supaya kerinduan akan bertemu bu guru dan teman teman lekas terlaksana
ReplyDeletebtw jadi pengen bento bekalnya hihi
memang pe er besar di masa pandemi kegiatan belajar mengajar daring ya kak.. pokoknya semangat untuk mama leyna dan ibu guru supaya aziel tetap semangat belajar dari rumah via zoom ^^
ReplyDeleteKalau pandemi ini tidak cepat berlalu apa jadinya generasi bangsa ini, sekolah daring buat anak SMP atau SMA mungkin bisa tapi bagi anak SD terutama anak kelas satu sampai kelas tiga pasti tidak begitu bisa atau tidak bisa sama sekali menangkap pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
ReplyDeleteMirip dengan anakku, ia juga kangen kembali ke sekolah, jenuh katanya belajar lewat hape soalnya kadang ada yang tidak di mengerti.
ReplyDeleteSemoga saja pandemi cepat berlalu ya mbak.
sama juga keadaan di sini. dah lama anak-anak tak ke sekolah. khabarnya start 1 september sekolah akan dibuka tapi syaratnya gak ketat. semua guru wajib dapat 2 dos vaksin. manakala pelajar yang ada exam besar tahun ini sahaja serta sudah divaksin baru boleh datang ke sekolah
ReplyDeletep/s blog satu lagi ada problem ke? saya tak boleh nak BW
ReplyDelete